BENARKAH JIMAK DISIANG HARI RAMADLAN DENGAN POSISI SUAMI DIBAWAH ISTRI DARI ATAS TIDAK WAJIB BAYAR KAFFAAROH?
Telah muncul diberanda dan di group sebuah postingan yang menyatakan bahwa:
"Berjimak disiang hari Romadlon yg posisi Suami dibawah lalu istrinya memasukkan dari atas maka tidak wajib bayar kaffaroh kecuali bila pantat suami menaikkan ke vagina istri maka wajib kaffaroh dan berdosa".
Dalam komentar nya ia menyebut referensinya ada dalam kitab Hasiyah al-Bajuri juz 1 bab Puasa.
BENARKAH DEMIKIAN?
Mari kita kaji...
Ibarot yang dimaksud dalam Hasiyah al-Bajuri adalah sbb:
ولو علت عليه ولم يتحرك ذكره فلا كفارة عليه لعدم الفعل منه
Jika istri menaiki (memasukkan dzakar suami ke vagina) suami dari atas dalam keadaan dzakar suami tidak bergerak maka tidak ada kaffaroh (yang wajib) atas suami karena memang suami tidak berstatus sebagai pelaku.
Ibarot yg sama DISINI
Kasus ini berangkat dari masalah kewajiban membayar kaffaroh adalah jika suami sebagai pelaku ifsad (perusak puasanya), lalu Syaikh Al-Bajuri menampilkan contoh pengecualian ketika suami bukan sebagai pelaku ifsad (mufsid) sebagaimana ibarot diatas. Sebab dalam ibarot itu yang menjadi pelaku adalah si istri dan suami (tentunya) tidak ada unsur ke sengajaan atau kemauan, makanya di illati dengan لعدم الفعل منه. Berbeda jika suami ada unsur kesengajaan atau kemauan maka tetap wajib membayar kaffaroh. Sebagaimana ini juga diperjelas oleh Syaikh Khotib As-Syirbini menuqil dari komentar Syaikh Marshifi atas Syarah Manhajut Thullab. Berikut ibarotnya
حاشية الشربيني على البهجة الوردية ج ٢ صحـ ٢٢٩
وخرج بإضافة الإفساد إليه ما لو علت عليه المرأة فلا كفارة وإن أنزل؛ لأنه وإن فسد صومه لكن لا بإفساده اهـ. ق ل وشيخنا ذ
Dikecualikan dari penyandaran rusaknya puasa kepada suami yaitu ketika istri menaiki (memasukkan dzakar suami ke vagina) suami dari atas maka tidak ada kaffaroh atas suami walaupun ia sampai keluar mani sebab walaupun puasa suami rusak tapi (rusaknya) bukan disebabkan olehnya...
Lalu beliau menampilkan nukilan dari Syaikh Marshifi
ومحله ما لم يتمكن من دفعها ولم يدفعها وإلا لزمته الكفارة أيضا اهـ. مرصفي على المنهج
Makna Pesantren
Tidak wajib membayar kaffaroh bagi suami (sebagaimana keterangan diatas) itu apabila si suami tidak memungkinkan untuk menolaknya dan ia tidak menolak. Jika tidak demikian (artinya suami memungkinkan untuk menolak tapi tidak menolak) maka si suami wajib membayar kaffaroh.
Sebenarnya mau saya perpanjang dengan ibarot2 yang lain, namun saya kira sudah cukup jelas dari ibarot diatas bahwa postingan sebagaimana dalam gambar adalah salah dan keliru dalam memahami ibarot Bajuri.
Kesimpulan kesalahan dari postingan dalam gambar adalah
Ia memahami ibarot Bajuri hanya dengan posisi (istri diatas), padahal titik wajibnya kaffaroh bukan masalah posisi tapi apakah suami berstatus sebagai pelaku atau tidak. Artinya meskipun suami dibawah tetap bisa menjadi pelaku jika ia memungkinkan untuk menolak tapi tidak menolak.
Oleh : M. Muzakka