Sejarah dan Hukum Penggunaan Surban dalam Islam Menurut Pandangan Ulama


Sejarah dan Hukum Penggunaan Surban dalam Islam Menurut Pandangan Ulama 

___________________


Assalamualaikum Ustadz


[ Deskripsi Masalah ]


Di tengah masyarakat kita, seringkali terlihat bahwa sebagian umat Muslim memakai surban, baik saat melaksanakan sholat maupun di luar sholat. Penggunaan surban ini tidak hanya dilakukan oleh mereka yang telah menunaikan ibadah haji atau umrah, tetapi walaupun belum haji sebagian memakai surban.


Pertanyaan: Bagaimana sebenarnya sejarah penggunaan surban, dan bagaimana hukum memakainya menurut pandangan para ulama?

__________________


Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,


Jawaban


Penggunaan surban dalam Islam memiliki akar sejarah dan Asal Usul


[ Adapun sejarah dan asal usul ]


Surban bukan hanya dikenal dalam tradisi Islam, tetapi juga merupakan atribut khas yang telah digunakan oleh bangsa Arab bahkan dalam sejarah pertama kali orang yang menggunakan ( memakai) surban adalah Nabi Adam Alaihissalam hingga pada Nabi Muhammad SAW. Di dalam berbagai riwayat, Rasulullah SAW sendiri menggunakan surban dengan berbagai warna, termasuk putih, yang kemudian dianggap sebagai simbol kebersihan dan kesucian. Salah satu riwayat dari Jabir bin Abdullah RA menyebutkan bahwa saat Fathul Makkah (Pembebasan Kota Mekkah), Rasulullah memakai surban hitam. Ini menunjukkan bahwa surban sudah menjadi bagian dari tradisi berpakaian pada masa itu.


[ Pandangan Ulama tentang Hukum Memakai Surban ]


Secara hukum, para ulama tidak ada yang mewajibkan penggunaan surban. Dalam Islam, memakai surban tidak termasuk ke dalam kewajiban melaikan  menghukumi sunnah mu’akkadah yang dianjurkan bagi siapa saja yang ingin mengikuti kebiasaan Rasulullah SAW. Artinya, memakai surban dapat bernilai sunnah, tetapi bukan suatu keharusan ( bukan suatu kewajiban) begitu juga didalam sholat melainkan sunnah. Dalam pandangan jumhur ulama (mayoritas ulama), memakai surban dianggap bagian dari adab dan sunnah, . Hal ini didasarkan pada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sering mengenakan surban


Hukum memakai surban dalam shalat ini merujuk pada konsep memperindah penampilan dan mengikuti kebiasaan Nabi SAW. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:


“Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasanmu (pakaian yang indah) di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)


 Jumhur ulama menyebutkan, ayat ini menunjukkan anjuran untuk tampil rapi dan pantas, termasuk dalam shalat, namun tidak spesifik pada penggunaan surban. Jadi, memakai surban bisa menjadi cara untuk meneladani Nabi SAW dan menjaga penampilan rapi dalam shalat.


Kesimpulannya, memakai surban ketika shalat adalah sunnah yang berpahala bagi yang melakukannya dengan niat mengikuti Rasulullah SAW, tetapi bukan kewajiban.

Untuk lebih jelasnya sejarah dan serta hukum dan keutamaan orang bersurban bisa dilihat dalam referensi kitab ” Ad-Diamah ” halaman 1-17 berikut:


بسم الله الرحمن الرحيم

وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم تسليماً

الحمد لله متوج العرب بالعمائم ومنور الوجوه بإقامة السنن والعزائم والصلاة والسلام على سيدنا و مولانا محمد مشيد الاركان والدعائم وعلى آله و اصحابه ذوي الكمالات العلية والفضل القائم اما بعد فهذا ان شاء الله تعالى تعليق شريف ومهيع لطيف سميته ( الدعامة ) لمعرفة احكام سنة العمامة وللامام الحافظ ابي عبد الله محمد بن وضاح الاندلسي المالكي من اهل القرن الثالث الذي به ويبقي ابن مخلد صارت الاندلس دار حدیث کتاب فضل لباس العمائم وللشيخ ابي الفضل محمد بن احمد المعروف بالامام تحفة الامة باحكام العمة اي العمامة ذكره في كشف الظنون ولشهاب الدين احمد بن حجر الهيتمى المكي كتاب ذر الغمامة في در الطيلسان والعذبة والعمامة وللشهاب احمد بن محمد الخفاجي الافندي شارح الشفا الثمامة في صفة العمامة نبه عليه في شرحه على الشفا ولم اقف الان الا على كتاب الدر وما وقفت عليه الا بعد التبيض بمدة من الدهر فالحقت منه بعض الكلام تيمناً به و تكميلا للمرام والله المسؤول ان يتقبله باحسن القبول وان يجعله وافياً بالمنى والصول آمين


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Dan sesungguhnya shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.

Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan bangsa Arab dengan mengenakan sorban (serban) dan menerangi wajah-wajah mereka dengan menegakkan sunnah dan keteguhan iman. Dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita dan tuan kita Nabi Muhammad, yang telah membangun pondasi agama dan pilar-pilarnya, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang memiliki kesempurnaan yang agung dan keutamaan yang terus-menerus. Adapun setelah pembukaan ini, maka insya Allah ini adalah sebuah catatan yang mulia, agung, dan indah yang aku beri nama “Al-Da’amah” (Tiang Penyangga) untuk mengetahui hukum sunnah mengenakan sorban. Dan untuk imam yang alim, Abu Abdullah Muhammad bin Wudhah al-Andalusi al-Maliki, seorang ulama dari abad ketiga, dengannya dan dengan Ibn Mikhal, Andalusia menjadi pusat kajian kitab tentang keutamaan mengenakan sorban. Dan untuk syaikh Abu al-Fadl Muhammad bin Ahmad, yang dikenal sebagai Imam Tahfah al-Umah (Perhiasan Umat) dengan kitabnya tentang hukum al-‘amah (sorban), yaitu kitab yang disebutkan dalam “Kasyf al-Zunun”. Dan untuk Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haytami al-Makki, dengan kitabnya “Dzar al-Ghammah fi Dhr al-Taylisan wa al-‘Adhbah wa al-‘Amah”. Dan untuk Syihabuddin Ahmad bin Muhammad al-Khafaji al-Afndi, seorang ahli tafsir kitab “Asy-Syafa” tentang sifat sorban, yang beliau sebutkan dalam tafsirnya atas kitab “Asy-Syafa”. Dan aku belum menemukan kecuali kitab “Ad-Drr”, dan aku baru menemukannya setelah proses persiapan (persiapan kertas atau kulit untuk ditulis), maka aku tambahkan beberapa kalimat darinya sebagai keberkahan dan untuk menyempurnakan maksud. Dan aku memohon kepada Allah agar Dia menerima amalku dengan sebaik-baik penerimaan dan menjadikannya sempurna untuk mencapai segala harapan dan tujuan. Amin.


مقدمة في ضبطها وتعريفها

“أما ضبطها فذكر في القاموس وغيره أنها بكسر العين قال في شرح المواهب وحكى بعض ضمها هـ وفي شرح الشمائل للشيخ جسوس ما نصه العمامة بكسر العين خلافاً للعصام في قوله بالفتح كغمامة هـ واصله الصاحب جمع الوسائل في شرحها ايضاً قائلاً ووهم العصام حيث قال بالفتح كالغمامة هـ وقال في تاج العروس قال شيخنا وظبطه يعني لفظ العمامة بعض شراح الشمائل بالفتح ايضاً وهو غلط هـ واما تعريفها فهي في الأصل اسم لما يعقد على الرأس ويلوى عليه من صوف أو قطن أو كتان أو نحو ذلك كانت تحته قلنسوة أو غيرها ام لا وتطلق على كل ما يوضع على الرأس ويجعل عليه اعم من ان يكون قلنسوة أو مغفراً أو غير ذلك وعلى خصوص المغفر وهو زرد من حديد ينسج بقدر الرأس يلبس تحت القلنسوة يتقى به في الحرب وعلى خصوص البيضة ايضاً وهي واحدة البيض من الحيد على التشبيه ببيضة النعام ويقال لها الشاشية تجعل على الرأس يتقى بها في الحرب ايضاً وعلى عيد ان مشدودة تركب في البحر”


 “Adapun cara pelafalannya, disebutkan dalam kitab Al-Qamus dan lainnya bahwa kata ini dilafalkan dengan memecah huruf ‘ain (yaitu: ‘imamah). Dalam Syarh Al-Mawahib disebutkan bahwa ada juga pendapat yang mengatakan huruf ‘ainnya dibaca dengan dhammah. Begitu pula dalam Syarh Asy-Syamail oleh Syaikh Jasus yang menyatakan: ‘imamah dengan memecah ‘ain, berbeda dengan pendapat Al-‘Isam yang menyebutkan dengan membacanya fathah seperti kata ‘ghamamah’. 


Dalam Syarh Asy-Syamail oleh Al-Wasa’il juga disebutkan bahwa Al-‘Isam keliru dalam membacanya dengan fathah seperti ‘ghamamah’. Dalam Taj Al-‘Arus, Syaikh kami mengatakan bahwa sebagian syarh dari Asy-Syamail juga membacanya dengan fathah, dan ini adalah kekeliruan.


Sedangkan definisinya, pada asalnya adalah nama untuk sesuatu yang diikat di kepala dan dililitkan dari bahan wol, kapas, atau linen, baik di bawahnya terdapat penutup kepala (seperti kopiah) atau tidak. Istilah ini juga digunakan untuk menyebut semua benda yang diletakkan di kepala, baik itu kopiah, topi besi pelindung perang (maghfar) yang dianyam dari besi seukuran kepala, yang biasa dikenakan di bawah kopiah sebagai pelindung dalam peperangan, atau juga helm dari besi, yang mirip dengan bentuk telur burung unta. Ini juga disebut syasyiyah, yang dipakai di kepala sebagai pelindung dalam perang, dan juga bisa merujuk pada pelindung yang dipasang di kapal.”


 “أما ضبطها فذكر في القاموس وغيره أنها بكسر العين قال في شرح المواهب وحكى بعض ضمها هـ وفي شرح الشمائل للشيخ جسوس ما نصه العمامة بكسر العين خلافاً للعصام في قوله بالفتح كغمامة هـ واصله الصاحب جمع الوسائل في شرحها ايضاً قائلاً ووهم العصام حيث قال بالفتح كالغمامة هـ وقال في تاج العروس قال شيخنا وظبطه يعني لفظ العمامة بعض شراح الشمائل بالفتح ايضاً وهو غلط هـ واما تعريفها فهي في الأصل اسم لما يعقد على الرأس ويلوى عليه من صوف أو قطن أو كتان أو نحو ذلك كانت تحته قلنسوة أو غيرها ام لا وتطلق على كل ما يوضع على الرأس ويجعل عليه اعم من ان يكون قلنسوة أو مغفراً أو غير ذلك وعلى خصوص المغفر وهو زرد من حديد ينسج بقدر الرأس يلبس تحت القلنسوة يتقى به في الحرب وعلى خصوص البيضة ايضاً وهي واحدة البيض من الحيد على التشبيه ببيضة النعام ويقال لها الشاشية تجعل على الرأس يتقى بها في الحرب ايضاً وعلى عيد ان مشدودة تركب في البحر”


 “Adapun mengenai penempatan titik (harakat) pada kata ‘عِمامة’ (imamah) ini, telah disebutkan dalam kamus dan kitab-kitab lain bahwa harakat pada huruf ‘عين’ adalah kasrah (berfungsi sebagai tanda baca untuk menunjukkan bacaan pendek pada huruf). Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa harakatnya adalah dhammah (tanda baca untuk menunjukkan bacaan panjang). Dalam kitab ‘شرح الشمائل’ karya Syekh Jusus, disebutkan dengan jelas bahwa ‘عِمامة’ dibaca dengan harakat kasrah, berbeda dengan pendapat ulama lain yang membacanya dengan harakat fathah (tanda baca untuk menunjukkan bacaan terbuka).

Sedangkan pengertian ‘عِمامة’ secara umum adalah penutup kepala yang terbuat dari wol, kapas, atau kain, kemudian dililitkan pada kepala. Kadang-kadang di bawahnya ada penutup kepala yang lebih kecil. Istilah ‘عِمامة’ juga digunakan secara umum untuk menyebut semua penutup kepala, baik itu berupa sorban, topi, atau penutup kepala lainnya.


Secara khusus, ‘مغفر’ adalah sejenis helm yang terbuat dari besi, dibentuk sesuai ukuran kepala, dan digunakan di bawah sorban sebagai pelindung kepala dalam peperangan. Selain itu, kata ‘عِمامة’ juga digunakan untuk menyebut telur burung unta karena bentuknya yang mirip dengan penutup kepala tersebut. Telur burung unta ini juga dikenal dengan nama ‘الشاشية’ dan digunakan sebagai pelindung kepala dalam peperangan.

Ada juga istilah ‘عيد’ yang disebutkan dalam teks ini, namun maknanya kurang jelas dan perlu konteks yang lebih lengkap untuk dapat diterjemahkan secara akurat.”


“ويعبر عليها في النهر كالنعامة أي بالتشديد أو الصواب العامة بالتخفيف وارخى عمامته أي أمن وترف وعمم بالضم سود ورأسه لفت عليه العمامة كعم وهو حسن العمة بالكسر أي الاعتمام هـ وفي المصباح والعمامة جمعها عمائم وتعممت كورت العمامة على الرأس وعمم الرجل بالبناء للمفعول سود والعمائم تيجان العرب ه سميت عمامة لانها تعم جميع الرأس بالتغطية والله أعلم.

ذكر بعض ما جاء من الأخبار فيها) عن مقاتل بن حيان النبطي قال أوحى الله إلى عيسى عليه السلام اسمع واطع يا ابن الطاهر البكر البتول إني خلقتك من غير فحل فجعلتك آية للعالمين فأياي فاعبد وعلي فتوكل فسر أي من التفسير لا هل سوران إني أنا الله الحي القيوم لازول صدقوا النبي الأمي صاحب الجمل والمدرعة والعمامة والنعلين والهراوة الحديث ومنه تؤخذ تسميته عليه الصلاة والسلام بصاحب كما العمامة يسمى بصاحب التاج وهو العمامة على نهج الاستعارة شبهت العمامة بالتاج الذي هو الاكليل في أن العرب تتزين بها كتزين العجم بانتاج واستمير لها اسمه ولم تكن العمائم إلا للعرب دون غيرهم من بقية الأمم وكانوا إذا سودوا عمموه بعمامة حمراء وكانت الفرس تتوج ملوكها فكني بذلك اعنى بكونه صاحب العمامة عن انه عليه الصلاة والسلام من صميم العرب واشرفهم واعلاهم وانفسهم حسباً ونسباً مع الإشارة إلى انه عليه الصلاة والسلام إذا ظهر يلبس العالم وان لبسها يكون من شعاره وعاداته وعلامة من علاماته”


 “Dan dia melewati (dengan) sungai seperti burung unta, dengan tekanan, atau yang benar adalah (dengan bacaan) ‘al-‘amma’ dengan pelan, dan dia melonggarkan serbannya, yang artinya merasa aman dan nyaman, dan ‘ʿammama’ dengan dammah berarti mewarnai hitam (serban), dan kepalanya dipakaikan serban sebagai ‘ʿamma’ yang bagus, yaitu serban (sebagai tanda kebesaran). Dalam kitab al-Misbah disebutkan bahwa ‘imamah’ (serban) bentuk jamaknya adalah ‘ʿama’im’, dan ‘taʿammamtu’ artinya saya mengenakan serban di kepala, dan ‘ʿummima’ dalam bentuk pasif berarti dikenakan serban hitam, dan serban adalah mahkota orang Arab. Disebut ‘imamah’ karena menutupi seluruh kepala. Hanya Allah yang lebih tahu.


Diceritakan beberapa riwayat tentang hal ini. Dari Maqatil bin Hayyan al-Nabti, ia berkata bahwa Allah mewahyukan kepada Isa ‘alaihis-salam, ‘Dengarkan dan taatilah, wahai putra wanita suci dan perawan murni! Aku menciptakanmu tanpa seorang ayah, dan Aku menjadikanmu sebagai tanda bagi seluruh alam. Maka sembahlah Aku dan bertawakallah kepada-Ku.


Maka, tafsirkanlah – jika ada dua ayat – sesungguhnya Aku adalah Allah, Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri, yang tak pernah lenyap. Percayailah nabi yang ummi (yang tidak bisa membaca dan menulis), yang memiliki unta, baju dari bahan kasar, serban, dua sandal, dan tongkat.’


Dan dari riwayat ini diambil nama beliau ‘alaihis-salam sebagai ‘pemilik serban,’ sebagaimana beliau juga dikenal dengan ‘pemilik mahkota’ (yaitu serban) dalam bentuk perumpamaan. Serban diibaratkan sebagai mahkota, yaitu hiasan kepala yang juga dikenakan orang Arab seperti orang non-Arab mengenakan mahkota. Serban menjadi simbol bagi mereka dan tidak dikenakan kecuali oleh orang Arab, berbeda dengan bangsa-bangsa lain.


Dan mereka, ketika akan memuliakan seseorang, mengenakannya serban merah. Sedangkan bangsa Persia memahkotai raja-raja mereka, maka pernyataan ini mengandung arti bahwa Nabi ‘alaihis-salam adalah bagian dari bangsa Arab yang murni, yang paling mulia, luhur, dan bernasab terhormat, dengan petunjuk bahwa beliau biasa mengenakan serban dan bahwa memakainya adalah kebiasaan serta tanda khusus beliau.”


“ويؤخذ من ذلك ندب بل تؤكد لبسها للاقتداء به صلى الله عليه وسلم وقد ذكر صاحب محاضرة الأوائل تبعاً للسيوطي أن أول من كفن رأسه بالعمامة أبونا آدم عليه السلام كوره جبريل على رأسه لما خرج من الجنة إلى الدنيا وكان متوجاً في الجنة وأن أول من لبسها يعني بعد زمن سيدنا آدم عليه السلام ذو القرنين وكانوا يلبسون التيجان قبله قال وسببه أنه كان طلع في رأسه قرنان كالظلفين يتحركان فلبسها ستراً ثم أنه دخل الحمام يوماً ومعه كاتب سره فوضع العمامة عن رأسه فقال الكاتب هذا أمر لم يطلع عليه أحد غيرك فان سمعته من أحد قتلتك فخرج الكاتب من الحمام فأخذه كهيئة الموت فأتى الصحراء فوضع فمه في الأرض ثم نادى أن للملك قرنين فانبت الله تعالى من كلمته قصبتين ثمر بهما راع فقطعها واتخذهما مزماراً فكان إذا زمر خرج من القصبتين صدى أن للملك قرنين فانتشر ذلك في المدينة فقال ذو القرنين هذا أمر أراد الله أن يبديه أوائل السيوطي هـ واخرج أبو نعيم في الحلية عن ابن عباس والقضاعي في مسند الشهاب والديلمي في مسند الفردوس عن علي رفعاه العمائم تيجان العرب والاحتباء حيطانها وجلوس المؤمن في المسجد رباطه وفيه حنظلة ابن عبد الله السدوسي البصري قال الذهبي تركه يحيى القطان وضعفه أحمد وقال منكر الحديث يحدث بأعاجيب وقال ابن معين ليس بشي تغير في آخر عمره وقال النساني ليس بقوي وقال مرة ضعيف ولذلك قال الحافظ السخاوي سنده ضعيف وتبته على ذلك المناوي في التيسير والتيجان جمع تاج قال في النهاية وهو ما يصاغ”


Dari teks tersebut, kita bisa mengambil bahwa memakai serban (penutup kepala) adalah suatu anjuran bahkan dianjurkan secara kuat, sebagai bentuk meneladani Nabi Muhammad SAW. Pemakaian serban ini memiliki sejarah panjang. Dalam kitab Mahadhiratil Awwa’il yang dikutip oleh Imam as-Suyuti, disebutkan bahwa orang pertama yang mengenakan penutup kepala adalah Nabi Adam AS. Menurut riwayat, Jibril membalutkan serban di kepalanya ketika Nabi Adam turun dari surga ke bumi. Sebelumnya, Nabi Adam mengenakan mahkota di surga.


Kemudian setelah Nabi Adam, orang pertama yang mengenakan serban adalah Dzulkarnain. Sebelum masa Dzulkarnain, masyarakat memakai mahkota. Dikisahkan bahwa Dzulkarnain memiliki dua tanduk di kepalanya yang bergerak-gerak seperti cakar. Maka, ia mengenakan serban untuk menutupi tanduk tersebut. Suatu ketika, Dzulkarnain masuk ke dalam pemandian umum bersama penulis rahasianya dan melepaskan serbannya. Melihat hal itu, penulisnya berjanji untuk tidak mengungkapkan rahasia tersebut. Namun, di luar kehendaknya, penulis tersebut merasa terpaksa untuk menyebarkan kabar ini. Maka ia pergi ke gurun dan menyatakan bahwa “raja memiliki dua tanduk” dengan suara pelan di tanah. Allah kemudian menumbuhkan dua batang pohon di tempat tersebut. Seorang penggembala menemukan batang tersebut dan membuatnya menjadi seruling. Setiap kali ditiup, terdengar suara “raja memiliki dua tanduk.” Kabar tersebut akhirnya tersebar di kota.


Dari sini pula ada pernyataan bahwa serban dianggap sebagai mahkota bagi orang Arab, sedangkan duduk dalam posisi ikat pinggang (ihtiba) adalah seperti bentengnya, dan duduk seorang mukmin di masjid adalah seperti ikatan kuatnya. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyat al-Auliya’, al-Qudha’i dalam Musnad al-Shihab, dan al-Daylami dalam Musnad al-Firdaws dari Ali RA. Namun, dalam sanadnya terdapat perawi bernama Hanzhalah bin Abdullah al-Sadusi al-Bashri, yang menurut al-Dzahabi ditinggalkan oleh Yahya al-Qaththan dan dianggap lemah oleh Ahmad bin Hanbal karena meriwayatkan hal-hal yang dianggap aneh.


” وهو مايصاغ لملوك من الذهب والجوهر وقد توجته إذا البسته التاج قال أراد أن العمائم.

العرب بمنزلة التيجان للملوك لأنهم أكثر ما يكونون في البوادي مكشوفي الرؤوس أو بالقلانس والعمائم فيهم قليلة. وهذه رواية ابن السني والديامطي عن ابن عباس مرفوعة: “العمائم تيجان العرب، فإذا وضعوا العمائم وضعوا عزهم”.

ولفظ رواية الدياسي: “وضع الله عزهم”. واسناده أيضاً ضعيف كما قال السخاوي والزين العراقي والمناوي في التيسير.

وأخرج الديلمي في مسند الفردوس عن عمران بن حصين رفعه: “العمائم وقار للمؤمن وعز للعرب، فإذا وضعت العرب عمائمها فقد وضعت عزها”. وهو ضعيف أيضاً كما في شرح المواهب وغيرها.

وأخرج أبو عبد الله محمد وضاح في فضل لباس العمائم عن مكحول مرسلاً: “العمائم تيجان العرب، فإذا نزعوها ذهب عزهم”.

وأخرج ابن أبي شيبة وأبو داوود الطياليسي وابن منيع والبيهقي في السنن عن علي رضي الله عنه قال: “عممني النبي صلى الله عليه وسلم يوم غدير خم بعمامة سدل طرفها على منكبي وقال: إن الله أمدني يوم بدر ويوم حنين بملائكة معممين هذه العمة، وقال: إن العامة حاجزة بين الكفر والإيمان”. وفي رواية: “بين المسلمين والمشركين”.

وفيها عبد الله بن يسر البحراني الحمصي قال أبو حاتم وغيره: ضعيف. والنسائي ليس بثقة.

وأخرج الترمذي وأبو داوود عن ركانة بن عبد يزيد المطلى وهو من مسلمة الفتح رفعه: “فرق ما بيننا”


 “Itulah yang dibuat untuk raja-raja dari emas dan permata, dan dikatakan ‘aku menobatkannya’ ketika aku mengenakannya mahkota. Mereka berpendapat bahwa sorban bagi orang Arab ibarat mahkota bagi raja-raja, karena mereka sering berada di padang pasir dengan kepala terbuka atau mengenakan tutup kepala, dan hanya sedikit dari mereka yang memakai sorban. Ini adalah riwayat Ibnu Sunni dan Ad-Di`amathi dari Ibnu Abbas dengan sanad marfu’: ‘Sorban adalah mahkota orang Arab, maka ketika mereka melepas sorban, mereka kehilangan kehormatan mereka.’


Teks riwayat Ad-Di’asyi menyatakan: ‘Allah telah menempatkan kehormatan mereka.’ Namun, sanadnya juga lemah sebagaimana dikatakan oleh As-Sakhawi, Az-Zain Al-Iraqi, dan Al-Munawi dalam At-Taysir.


Al-Daylami juga meriwayatkan dalam Musnad Al-Firdaws dari Imran bin Hushain dengan sanad marfu’: ‘Sorban adalah kewibawaan bagi orang beriman dan kehormatan bagi orang Arab. Ketika orang Arab melepas sorban mereka, maka mereka kehilangan kehormatan mereka.’ Riwayat ini juga lemah sebagaimana disebutkan dalam Syarh Al-Mawahib dan lainnya.


Abu Abdillah Muhammad Wadhdhah meriwayatkan tentang keutamaan mengenakan sorban dari Mak-hul secara mursal: ‘Sorban adalah mahkota orang Arab, maka ketika mereka melepasnya, hilanglah kehormatan mereka.’


Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud At-Thayalisi, Ibnu Mani’, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan meriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang berkata: ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakaikan sorban kepadaku pada hari Ghadir Khum, dengan ujung sorban menggantung di pundakku, dan beliau berkata: Sesungguhnya Allah menolongku pada hari Badar dan Hunain dengan para malaikat yang mengenakan sorban ini, dan beliau berkata: Sorban adalah pembatas antara kekufuran dan iman.’ Dalam riwayat lain disebutkan: ‘antara kaum Muslim dan kaum musyrik.’


Dalam riwayat ini terdapat Abdullah bin Yasar Al-Bahrani Al-Himsi. Abu Hatim dan lainnya berkata: Ia adalah perawi yang lemah. Dan An-Nasa’i berkata: ia tidak dapat dipercaya.


Imam At-Tirmidzi dan Abu Dawud meriwayatkan dari Rukanah bin Abd Yazid Al-Muthali, salah seorang Muslim yang masuk Islam saat Penaklukan Mekah.”


 “Itulah yang dibuat untuk raja-raja dari emas dan permata, dan dikatakan ‘aku menobatkannya’ ketika aku mengenakannya mahkota. Mereka berpendapat bahwa sorban bagi orang Arab ibarat mahkota bagi raja-raja, karena mereka sering berada di padang pasir dengan kepala terbuka atau mengenakan tutup kepala, dan hanya sedikit dari mereka yang memakai sorban. Ini adalah riwayat Ibnu Sunni dan Ad-Di`amathi dari Ibnu Abbas dengan sanad marfu’: ‘Sorban adalah mahkota orang Arab, maka ketika mereka melepas sorban, mereka kehilangan kehormatan mereka.’


Teks riwayat Ad-Di’asyi menyatakan: ‘Allah telah menempatkan kehormatan mereka.’ Namun, sanadnya juga lemah sebagaimana dikatakan oleh As-Sakhawi, Az-Zain Al-Iraqi, dan Al-Munawi dalam At-Taysir.


Al-Daylami juga meriwayatkan dalam Musnad Al-Firdaws dari Imran bin Hushain dengan sanad marfu’: ‘Sorban adalah kewibawaan bagi orang beriman dan kehormatan bagi orang Arab. Ketika orang Arab melepas sorban mereka, maka mereka kehilangan kehormatan mereka.’ Riwayat ini juga lemah sebagaimana disebutkan dalam Syarh Al-Mawahib dan lainnya.


Abu Abdillah Muhammad Wadhdhah meriwayatkan tentang keutamaan mengenakan sorban dari Mak-hul secara mursal: ‘Sorban adalah mahkota orang Arab, maka ketika mereka melepasnya, hilanglah kehormatan mereka.’


Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud At-Thayalisi, Ibnu Mani’, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan meriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang berkata: ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakaikan sorban kepadaku pada hari Ghadir Khum, dengan ujung sorban menggantung di pundakku, dan beliau berkata: Sesungguhnya Allah menolongku pada hari Badar dan Hunain dengan para malaikat yang mengenakan sorban ini, dan beliau berkata: Sorban adalah pembatas antara kekufuran dan iman.’ Dalam riwayat lain disebutkan: ‘antara kaum Muslim dan kaum musyrik.’


Dalam riwayat ini terdapat Abdullah bin Yasar Al-Bahrani Al-Himsi. Abu Hatim dan lainnya berkata: Ia adalah perawi yang lemah. Dan An-Nasa’i berkata: ia tidak dapat dipercaya.


Imam At-Tirmidzi dan Abu Dawud meriwayatkan dari Rukanah bin Abd Yazid Al-Muthali, salah seorang Muslim yang masuk Islam saat Penaklukan Mekah.”


“وبين المشركين العمائم على القلانس واسناده ضعيف بل قيل انه واه. كما يأتي واخرج الديلمي عنه ايضاً مرفوعاً لا تزال امتي على الفطرة مالبسو العمائم على القلانس واخرج الباوردي بسند واه عنه ايضاً رفعه العمامة على القلنسوة. فصل ما بيننا وبين المشركين اي هي العلامة المميزة بيننا وبينهم لانهم كانوا لا يتعممون يعطى العبديوم القيمة بكل كورة يدورها على رأسه أو قلنسوة نوراً : . الكورة بفتح الكاف وحكي ضمها الدرة اي اللية واخرج الرامهرمزي في الامثال عن معاذ بن جبل مرفوعاً الاحتباء حيطان العرب والاتكاء رهبانية العرب والعمائم تيجان العرب فاعتموا تزدادوا حطها فله بكل كورة حسنة فاذا حط عنه بكل حطة حلماً ومن اعتم خطيئة وفيه عمر وابن الحسين العقيلي الكلابي عن محمد بن عبدالله بن علاقة العقيلي القاضي عن ثوير بن ابي فاختة والثلاثة قال في كنز العمال وفي منتخبه تبعاً لجامع السيوطي الكبير متروكون متهمون بالكذب هـ. ولكن ابن علاقة روى له ابو داوود والنسائي وابن ماجه وثقه ابن معين وقال ابو زرعه صالح وقال ابو حاتم يكتب حديثه ولا يحتج به. نعم الحديث قال بعضهم انه شديد الضعف من اجل الأول والثالث فأما الثالث وهو ثوير فانه ضعفه ابو حاتم وغيره وقال الدار قطني متروك وابن معين ليس بشيء واما الاول وهو عمر و ابن الحسين فانه متروك ايضاً كما قاله الدار قطني وقال ابو زرعة واه وابو حاتم ذاهب الحديث واخرج ابو نعيم في معرفة الصحابة والديلمي من حديث عبد الرحمن ابن عدي.”


“Dan di antara orang-orang musyrik adalah mengenakan sorban di atas peci mereka, namun sanadnya lemah, bahkan ada yang mengatakan itu sangat lemah, seperti yang akan dijelaskan nanti. Al-Dailami juga meriwayatkannya dari Rasulullah, diangkat sebagai hadis bahwa ‘Umatku akan tetap di atas fitrah selama mereka mengenakan sorban di atas peci mereka.’ Al-Bawardi juga meriwayatkan dengan sanad yang sangat lemah bahwa ‘Sorban di atas peci adalah pemisah antara kita dan kaum musyrik’, yaitu sebagai tanda pembeda antara kita dan mereka, karena mereka tidak mengenakan sorban. Setiap sorban yang dikenakan seseorang pada hari kiamat akan menjadi cahaya bagi dirinya.


Al-Kurah, dengan fathah pada huruf kaf (كَ) dan ada yang meriwayatkan dengan dhammah (كُ), berarti lapisan tambahan atau bagian yang melilit. Al-Ramhurmuzi juga meriwayatkan dalam Al-Amthal dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah bersabda, ‘Menegakkan punggung adalah dinding bangsa Arab, bersandar adalah kerahiban bangsa Arab, dan sorban adalah mahkota bangsa Arab. Maka kenakanlah sorban, karena itu akan menambah kebaikan untuk kalian. Setiap lilitan sorban akan menjadi kebaikan, dan setiap kali melepasnya, akan diberikan kelembutan dan kebijaksanaan bagi orang yang melepasnya, dan siapa yang mengenakan sorban akan diampuni dosa-dosanya.’


Namun, dalam riwayat ini terdapat kelemahan. Terdapat tiga periwayat yang dinilai lemah oleh para ulama, yaitu ‘Umar ibn Al-Husain, Ibnu Al-Husain, dan Thuwair bin Abu Fakhitah. Di dalam ‘Kanzul-Ummal’ dan ‘Mukhtar Kanzul-Ummal’, yang mengutip dari ‘Jami’ul-Kabir’ karya As-Suyuthi, disebutkan bahwa ketiganya adalah perawi yang ditinggalkan dan dituduh berbohong.


Tetapi, Ibnu ‘Alaqah pernah meriwayatkan untuk Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in menganggapnya sebagai perawi tepercaya. Namun, Abu Zur’ah mengatakan ia perawi yang layak tetapi tidak dijadikan hujjah. Sebagian ulama mengatakan hadis ini sangat lemah karena periwayat pertama dan ketiga. Thuwair dianggap lemah oleh Abu Hatim dan yang lainnya, sedangkan Ad-Daraquthni menganggapnya sebagai perawi yang ditinggalkan.


“البحراني عن أخيه عبد الأعلى بن عدي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم دعا علي بن أبي طالب عليه السلام يوم غدير خم فعممته وارخى عذبة العمامة من خلفه وقال هكذا فاعتدوا.

العمائم سيما الإسلام وهي حاجزة بين المسلمين والمشركين. وفي خلاصة الأثر للمحب الطبري ما نصه: وعن علي أنه قال: عممني رسول الله صلى الله عليه وسلم بعمامة وسنل طرفها على منكبي وقال: إن العمامة حاجزة بين المسلمين والمشركين. هكذا. وأخرج الطبراني في الكبير من طريق عيسى بن يونس عن مالك بن مغول عن نافع عن ابن عمر والبيهقي في الشعب وابن عدي في كامله عن عبادة بن الصامت رفعوه: عليكم بالعمائم فإنها سيما الملائكة وارخوا لها خلف ظهوركم. وفي سنده الأول يحيى بن عثمان بن صالح المصري شيخ الطبراني قال الذهبي: صدوق إن شاء الله. عن محمد بن الفرج المصري قال الذهبي: أتى بخير منكر وساق له هذا الحديث ولذا قال في التيسير: إسناده ضعيف. قال العارف بالله الحفني: قوله: سيما الملائكة بالقصر أي علامتهم فإنهم نزلوا يوم بدر بعمائم صفر راخين العذب ويطلب التخلق بصفات الملائكة. هكذا. وأخرج الديلمي في مسند الفردوس عن جابر: فإنه ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة. المناوي في التفسير: لأن الصلاة حضرة الملك والدخول إلى حضرة الملك بغير تجمل خلاف الادب. قال: وهو غريب هو وأورده في دار الغمامة بلفظ: صلاة ركعة بعمامة خير من سبعين ركعة بغير عمامة ولم يذكر له مخرجاً. وفي القنية من كتب الحنفية: العمامة الطويلة ولبس الشياب الواسعة حسن في حق الفقهاء الذين هما أعلام الهدى دون سائر الناس. قال: والأحسن أن يلبس أحسن ثيابه للصلاة.”


“Al-Bahrani dari saudaranya, Abdul A’la bin ‘Adi, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib AS pada hari Ghadir Khum, lalu beliau menutupi kepalanya dengan sorban dan mengulurkan ujung sorban tersebut ke belakang, sambil berkata, ‘Begini caranya, maka ikutilah.’ Sorban adalah ciri khas Islam dan menjadi pembeda antara kaum Muslim dan musyrik. Dalam kitab Khulasat al-Atsar oleh al-Muhibb al-Thabari, terdapat teks yang berbunyi: Dari Ali yang berkata, ‘Rasulullah SAW memakaikan saya sorban, lalu ujungnya diulurkan di atas bahu saya, seraya bersabda, “Sesungguhnya sorban adalah pembeda antara kaum Muslim dan musyrik. Begitulah caranya.”‘


Al-Thabarani meriwayatkan dalam kitab al-Kabir melalui jalur ‘Isa bin Yunus dari Malik bin Mughul, dari Nafi’, dari Ibn Umar, dan al-Bayhaqi dalam Syu’ab al-Iman, serta Ibn ‘Adi dalam al-Kamil dari ‘Ubadah bin al-Shamit yang diangkat sebagai hadits marfu’, ‘Gunakanlah sorban, karena itu adalah ciri khas malaikat, dan biarkan ujungnya terurai ke belakang kalian.’


Dalam sanad yang pertama terdapat Yahya bin ‘Uthman bin Shalih al-Mishri, guru dari al-Thabarani. Al-Dzahabi berkata, “Dia bisa dipercaya, insya Allah.” Mengenai Muhammad bin al-Faraj al-Mishri, al-Dzahabi berkata, “Ia membawa kebaikan yang aneh,” lalu ia menyebutkan hadits ini, sehingga ia berkata dalam al-Taysir: Sanadnya lemah.


Al-‘Arif billah al-Hafni berkata, “Kata ‘ciri khas malaikat’ berarti tanda mereka. Mereka turun pada hari Badar dengan mengenakan sorban kuning, dengan ujung sorban terurai. Di sini terdapat anjuran untuk mengikuti sifat-sifat malaikat.” Begitulah. Al-Daylami meriwayatkan dalam kitab Musnad al-Firdaws dari Jabir: “Dua rakaat dengan sorban lebih baik daripada tujuh puluh rakaat tanpa sorban.” Menurut al-Munawi dalam tafsirnya: “Karena shalat adalah di hadapan Raja (Allah SWT), dan masuk ke hadapan Raja tanpa berhias adalah tidak sopan.” Ia berkata, “Ini adalah hadits yang asing.” Ia juga mengutip dalam Dar al-Ghamamah dengan lafaz, “Satu rakaat dengan sorban lebih baik daripada tujuh puluh rakaat tanpa sorban,” namun tidak menyebutkan sumbernya.


Dalam al-Qunyah dari kitab-kitab Hanafi disebutkan: “Sorban yang panjang dan pakaian yang longgar adalah bagus bagi para ulama yang merupakan penuntun umat, tidak bagi masyarakat umum.” Dikatakan, “Yang terbaik adalah mengenakan pakaian terbaik untuk melakukan sholat.


“وفي الحديث: صلاة مع عمامة خير من سبعين صلاة بلا عمامة، وجمعة بعمامة تعدل سبعين جمعة بلا عمامة. لكن قال الحافظ ابن حجر إنه موضوع، ونقله السخاوي وارتضاه. قال الشيخ عبد الرؤوف المناوي في فيض القدير: واقتصر في التيسير على قوله: قال ابن حجر موضوع. قال العارف الحفني: وإنما خص العمامة لأن الناس يتساهلون فيها، وإلا فالمطلوب التزين بحسن الشياب لأنه في خدمة ملك الملوك. قال: وقوله خمسة وعشرون، الشارع يعلم سر ذلك العدد، وإنما عرفنا منه المضاعفة والزيادة، فالقصد التكثير لا التحديد. وأخرج العقيلي في الضعفاء وابن عدي في الكامل، وقال منكر، والطبراني في الكبير، وأبو نعيم في الحلية، والشيرازي في الألقاب من طريق أيوب بن مدرك الحنفي الشامي عن مكحول عن أبي الدرداء مرفوعًا: إن الله وملائكته يصلون على أصحاب العمائم يوم الجمعة. وفي رواية: إن الله عز وجل وملائكة يصلون على أصحاب العمائم يوم الجمعة. وفي أخرى: إن لله ملائكة تستغفر للابس العمائم يوم الجمعة. وأيوب بن مدرك ضعيف، وقال ابن معين ليس بشيء، وقال مرة كذاب، وقال النسائي متروك له مناكير، ثم عد من مناكيره هذا الحديث. وقال ابن حبان: روى عن مكحول نسخة موضوعة، ولذا أورده ابن الجوزي في الموضوعات وأقره عليه السيوطي في الجمع وغيره. وقال في اللآلئ المصنوعة: لا أصل له، تفرد به أيوب. قال الأذرعي: هو من وضعه كذبه، يحيى


Dalam sebuah hadits disebutkan: “Salat dengan memakai sorban lebih baik daripada tujuh puluh salat tanpa sorban, dan salat Jumat dengan sorban sebanding dengan tujuh puluh salat Jumat tanpa sorban.” 


Namun, Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini palsu, dan pernyataan ini diikuti oleh As-Sakhawi. Syaikh Abdurrauf Al-Munawi dalam kitab Faid al-Qadir menyebutkan bahwa dalam kitab At-Taysir hanya disebutkan bahwa Ibnu Hajar menilai hadits ini sebagai palsu. Al-‘Arif Al-Hafni menambahkan bahwa sorban dipilih karena banyak orang yang meremehkannya, padahal yang diutamakan adalah berpenampilan rapi dan baik sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Diraja. Mengenai angka dua puluh lima (dalam pahala), hanya Allah yang mengetahui rahasia di balik jumlah tersebut; yang kita pahami hanyalah bahwa ada peningkatan dalam pahala, dan tujuan utamanya adalah memperbanyak, bukan menetapkan jumlah tertentu.


Al-‘Aqili dalam kitab Adh-Dhu’afa, Ibnu ‘Adi dalam kitab Al-Kamil, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, Abu Nu’aim dalam Hilyat Al-Auliya, dan Asy-Syirazi dalam Al-Alqab, semuanya meriwayatkan hadits dari jalur Ayyub bin Mudrik Al-Hanafi Asy-Syami dari Mak-hul dari Abu Darda yang marfu’: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang memakai sorban pada hari Jumat.” Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang memakai sorban pada hari Jumat.” Dan dalam riwayat lainnya: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang memohon ampun untuk orang yang memakai sorban pada hari Jumat.”


Namun, Ayyub bin Mudrik adalah perawi yang lemah. Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia “tidak ada apa-apanya” dan sekali waktu menyebutnya sebagai pembohong. An-Nasa’i menilainya “ditinggalkan” dan banyak meriwayatkan hal-hal yang aneh. Salah satu hal anehnya adalah hadits ini. Ibnu Hibban mengatakan bahwa Ayyub meriwayatkan dari Mak-hul hadits-hadits yang palsu, sehingga Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits ini dalam kitab Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu), dan penilaian ini disetujui oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami’ dan kitab lainnya. Dalam Al-Li’ali Al-Mashnu’ah, As-Suyuthi mengatakan bahwa hadits ini “tidak memiliki dasar,” dan Ayyub adalah satu-satunya perawi hadits ini. Al-Adzra’i juga menilai bahwa hadits ini dibuat oleh Ayyub sendiri, yang menurutnya adalah seorang pembohong menurut Yahya (Ibnu Ma’in).


وتركه الدارقطني هـ لكن اقتصر على تضعيفه الحافظان العراقي في تخريج أحاديث الأحياء وابن حجر في تخريج الرافعي وأورد في الآلي أيضا من طريق يحيى بن شبيب اليماني عن حميد الطويل عن أنس مرفوعا أن الله ملائكة موكلين بأبواب الجوامع يوم الجمعة يستغفرون لأصحاب العمائم البيض وقال قال الخطيب يحيى بن شبيب يحدث عن حميد الطويل وغيره بأحاديث باطلة وأخرج الطبراني في معجمه الكبير من طريق بشر بن عون عن بكار بن تميم عن مكحول عن واثلة بن الأسقع رقمه أن الله يبعث الملائكة يوم الجمعة على أبواب المسجد يصلون على أصحاب العمائم وقد عزى هذا الحديث في القوت والأحياء لواثلة وقال العراقي لم أره من حديثه مع أن الطبراني كما ترى أخرجه من حديثه والكمال لله وقد نص في القوت والأحياء على استحباب العمامة يوم الجمعة يعنيان للخطيب والمصلين واستدلا بهذا الحديث قال في الأحياء فإن أكر به الحر فلا بأس أن ينزعها قبل الصلاة وبعدها ولكن لا ينزعها في وقت السعي من المنزل إلى الجمعة ولا في وقت الصلاة ولا عند صعود الإمام المنبر وفي خطبته هو نحوه في القوت وأخرج أبو عبد الله محمد بن وضاح في فضل لباس العمائم عن أبي المليج الهذلي عن أبيه أسامة بن عمير مرفوعا سافروا تصحوا واعتموا تحلموا وأخرج الطبراني في الكبير من طريق محمد بن صالح بن الوليد عن بلال بن بشر عن عمران بن تمام عن أبي حمزة عن ابن عباس والحاكم في المستدرك في اللباس من طريق عبيد الله بن أبي حميد عن أبي المليح عن ابن عباس رفعه اعتموا تزدادوا حلما قال الحاكم


“Dan telah meninggalkannya al-Daruqutni, namun ia hanya membatasi (peringkat)nya. Kedua hafizh, al-Iraqi dalam kitab “Takhrij Ahadith al-Ahkam” dan Ibn Hajar dalam “Takhrij al-Rafi’i”, melemahkan hadis ini. Dan ia (al-Daruqutni) menyebutkan dalam “al-Ali” juga, melalui jalur Yahya bin Syibib al-Yamani dari Hammid ath-Thawil dari Anas secara marfu’, bahwa Allah memiliki malaikat yang ditugaskan pada pintu-pintu masjid pada hari Jumat, mereka berdoa memohonkan ampunan bagi orang-orang yang memakai sorban putih. Dan dikatakan, bahwa al-Khathib, Yahya bin Syibib, meriwayatkan dari Hammid ath-Thawil dan lainnya dengan hadis-hadis yang batil. Dan ath-Thabrani mengeluarkan dalam “Mu’jam al-Kabir” melalui jalur بشر بن عون dari Bakar bin Tamim dari Makhul dari Wathlah bin al-Asqa’, dengan sanadnya, bahwa Allah mengirimkan malaikat pada hari Jumat ke pintu-pintu masjid, mereka mendoakan orang-orang yang memakai sorban. Dan hadis ini telah dinisbatkan dalam “al-Qut” dan “al-Ahkam” kepada Wathlah. Dan al-Iraqi mengatakan, saya tidak melihatnya dalam hadisnya, meskipun ath-Thabrani, seperti yang kamu lihat, mengeluarkannya dari hadisnya. Dan kesempurnaan itu hanya milik Allah. Dan telah ditegaskan dalam “al-Qut” dan “al-Ahkam” tentang keutamaan memakai sorban pada hari Jumat, baik bagi khatib maupun jamaah. 


Dan sebagai dalil untuk hadis ini, dikatakan dalam “al-Ahkam”, jika seseorang merasa kepanasan, maka tidak apa-apa jika ia melepasnya sebelum dan sesudah shalat, tetapi jangan melepasnya ketika sedang berjalan dari rumah menuju masjid, atau ketika sedang shalat, atau ketika imam naik mimbar dan saat berkhutbah. Demikian pula dalam “al-Qut”. Dan Abu Abdullah Muhammad bin Wudhah telah mengeluarkan dalam kitab tentang keutamaan memakai sorban, dari Abi al-Mulih al-Hadzali dari ayahnya, Usamah bin Amir secara marfu’, “Berangkatlah kalian, niscaya kalian akan sehat, dan pakailah sorban, niscaya kalian akan menjadi bijaksana”. Dan ath-Thabrani mengeluarkan dalam “al-Kabir” melalui jalur Muhammad bin Shalih bin al-Walid dari Bilal bin Bashir dari Umaran bin Tamam dari Abu Hamzah dari Ibn Abbas, dan al-Hakim dalam “al-Mustadrak fi al-Libas” melalui jalur Ubaidillah bin Abi Hamid dari Abi al-Mulih dari Ibn Abbas secara marfu’, “Pakailah sorban, niscaya kalian akan bertambah bijaksana”, demikian kata al-Hakim.”


“صحيح ورده الذهبي وقال فيه عبيد الله بن ابي حميد ترکه احمد وغيره و قال البخاري يروي عن ابي المليح عجائب وقال الترمذي في العلل سألت عنه يعني البخاري فقال عبيد الله ذاهب الحديث لا أروى عنه شيئاً وحكم ابن الجوزي عليه بالوضع وتعقبه عليه السيوطي في اللآلي المصنوعة وقال ابن حجر في الفتح في باب العمائم من كتاب اللباس اخرجه الطبراني والترمذي في العلل المفردة وضعفه عن البخاري وقد صححه الحاكم فلم يصب وله شاهد عند البزار عن ابن عباس بسند ضعيف ايضاً هـ وقال في در الغمامة قول الحاكم انه صحيح وابن الجوزي انه موضوع من تساهلها نعم في بعض اسانيده متروك وفي بعضها من ضعفه ابو حاتم وبقية رجاله ثقات فلعل ابن الجوزي اراد الاول والحاكم اراد الثاني ويكون ذلك الضعيف الذي فيه انجبر عنده فلا تخالف بينهما لانها لم يتواردا على سند واحد هـ وفى التيسير لدى قوله اعتموا بكسر الهمزة وشد الميم اي البسوا العمائم تزدادوا حلماً اي يكثر حلمكم وتتسع صدوركم لان تحسين الهيئة يورث الوقار والرزانة هـ ومثله للعزيزي واخرج ابن عدي في الكامل وابن قانع والبيهقي في الشعب من طريق اسماعيل بن عمرو عن يونس بن ابي اسحق عن ابيه عن عبيد الله بن ابي حميد عن ابى المليح عن ابيه اسامة بن عمير مرفوعاً اعتموا تزدادوا حلماً والعمائم تيجان العرب قال البيهقي لم يحدث به الا اسماعيل بن عمرو عن يونس بن ابي اسحق ه و اسماعيل هذا ضعفوه ويونس اورده الذهبي في الضعفاء والمتروكين ونقل ضعفه عن جماعة ايضاً وفى التيسير في هذا الحديث قال”


“Sanad hadis ini dinyatakan sahih oleh Al-Hakim, tetapi terdapat banyak pandangan mengenai keabsahannya. 


Ubaidullah bin Abi Hamid dikatakan telah ditinggalkan oleh Ahmad dan lainnya, serta Bukhari menyebutkan bahwa ia meriwayatkan hal-hal aneh dari Abu al-Malih. Al-Tirmidzi dalam kitab ‘Al-‘Ilal’ bertanya kepada Bukhari mengenai Ubaidullah, dan Bukhari menyebutnya sebagai ‘lemah’ dalam hadis dan tidak meriwayatkan apapun darinya. Ibn al-Jawzi menilai hadis ini sebagai hadis palsu (mawdu’), tetapi pendapat ini dikritik oleh al-Suyuthi dalam kitab ‘Al-La’ali al-Masnu‘ah’. Ibn Hajar dalam ‘Fath al-Bari’ pada bab tentang serban dalam Kitab al-Libas menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabrani dan al-Tirmidzi dalam kitab ‘Al-‘Ilal al-Mufradah’, dan menurut Bukhari, hadis ini adalah dhaif (lemah), meskipun Al-Hakim menilainya sahih, tetapi menurut Ibn Hajar, Al-Hakim salah. Hadis ini memiliki syahid (pendukung) di sisi al-Bazzar dari Ibn Abbas, tetapi sanadnya juga lemah.”


“Al-Hakim menganggap hadis ini sahih dan Ibn al-Jawzi menilainya palsu, menunjukkan adanya perbedaan pandangan. Ya, pada beberapa sanadnya terdapat perawi yang ditinggalkan, dan sebagian sanadnya terdapat perawi yang dianggap lemah oleh Abu Hatim, sedangkan para perawi lainnya adalah tsiqat (dapat dipercaya). Ibn al-Jawzi mungkin merujuk kepada sanad pertama, sedangkan Al-Hakim merujuk kepada sanad kedua, yang mana hadis dhaif tersebut mungkin menurutnya telah didukung (dikuatkan) sehingga tidak ada kontradiksi di antara mereka, karena mereka tidak bersepakat pada sanad yang sama.”


“Dalam kitab ‘Al-Taysir’ pada perkataan ‘i’tamamu’ (pakailah serban) yang berarti mengenakan serban akan meningkatkan kesabaranmu, karena memperbaiki penampilan dapat menambah kewibawaan dan ketenangan. Al-Azizi juga menyebutkan hal yang sama. Ibn ‘Adi dalam ‘Al-Kamil’, Ibn Qani’, dan al-Baihaqi dalam kitab ‘Al-Shu’ab’ meriwayatkan hadis ini melalui jalur Ismail bin Amr dari Yunus bin Abi Ishaq dari ayahnya dari Ubaidullah bin Abi Hamid dari Abu al-Malih dari ayahnya Usamah bin Umayr secara marfu’, bahwa Nabi SAW bersabda, ‘Pakailah serban agar semakin sabar, dan serban adalah mahkota orang Arab.’ Al-Baihaqi berkata bahwa tidak ada yang meriwayatkan hadis ini kecuali Ismail bin Amr dari Yunus bin Abi Ishaq. Ismail ini dianggap lemah, dan Yunus dicantumkan oleh al-Dzahabi dalam kitab ‘Al-Du’afa’ wa al-Matrukin’ sebagai perawi yang dianggap lemah oleh para ulama.”


“قال ابن حجر ضعيف لكن له شاهد ضعيف قال اي وبه يتقوى هـ وقال العزيزي يؤخذ من كلام المناوي انه حديث حسن لغيره ه و كتب العلقمي على قوله والعمائم تيجان العرب ما نصه اي انها لهم بمنزلة التيجان للملوك لقلة العمائم فيهم هزاد المناوي والعزيزي واكثرهم بالقلانس قلت وفي صفة العرب تيجانها والسيوف سيجانها واخرج ابن النجار عن مهدي بن ميمون قال دخلت على سالم بن عبد الله وهو يعتم فقال يا ابا ايوب لا حدثنك بحديث قلت بلى قال دخلت على ابن عمر فقال لي يا بني اعتم تحلم وتكرم ولار . اك الشيطان الاذل ذاهباً سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول فذكره قال الشيخ عبد الرؤف المناوى في الفيض وفيه مجاهيل واخرج ابن عدي في الكامل من طريق ميسرة بن عبيد عن الحكم بن عتيبة عن ابن أبي يعلى عن علي رفعه أتوا المساجد حسراً اي بضم الحاء المهملة وفتح السين المهملة المشدودة جمع حاسر اي كاشفى الرؤس بدون عمانم و معصبين اي بكسر الصاد الشديدة جمع معصب اي ساترين رؤسكم بالعصائب أي العمائم فأن العمائم تيجان المسلمين قال الزين العراقي في شرح الترمذي ميسرة بن عبيد متروك و قال السيوطى حديث ضعيف وضعفه ايضاً المناوي في التيسير لا كن يشهد له ما اخرجه ابن عساكر في تاريخه عن علي ايضاً مرفوعاً بلفظ انتوا المساجد حسرا و مقنعين اي مغطاة رؤسكم بالقناع فان ذلك من سيما المسلمين قال العارف بالله الحفني في معنى قوله في الحديث الأول انتوا المساجد حسراً و معصبين ما نصه اي انتوا المساجد كيف امكن فليس عدم العمامة عذراً في ترك الجمعة والجماعة اي ان لم يخل بمرؤته وقوله فان الخ علة المحذوف”


Ibn Hajar berkata lemah, tetapi ia memiliki saksi yang lemah juga yang mengatakan demikian, dan dengan itu ia merasa kuat. Al-Azizy mengambil dari ucapan al-Manawi bahwa hadis ini hasan untuk selainnya. Al-‘Alaqmi menulis mengenai perkataannya, ‘Dan sorban adalah mahkota orang Arab’, maksudnya adalah bahwa sorban bagi mereka seperti mahkota bagi raja-raja karena jarangnya sorban di antara mereka.’ Al-Manawi dan al-‘Azizy menambahkan bahwa kebanyakan mereka menggunakan kalansuwa. Saya berkata, ‘Dan ciri khas orang Arab adalah sorban mereka dan pedang adalah belati mereka.’ Ibn al-Najjar meriwayatkan dari Mahdi bin Maimun, ia berkata, ‘Aku masuk kepada Salim bin Abdullah ketika ia sedang memakai sorban, lalu ia berkata, ‘Wahai Abu Ayyub, maukah engkau aku ceritakan sebuah hadis?’ Aku menjawab, ‘Tentu.’ Ia berkata, ‘Aku masuk kepada Ibn Umar, lalu ia berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, pakailah sorban, maka engkau akan bijaksana dan dimuliakan, dan jauhkanlah setan yang hina itu.’ Kemudian aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda…’ lalu ia menyebutkan hadis tersebut.’

Syeikh ‘Abd al-Ra’uf al-Manawi dalam al-Fayḍ mengatakan bahwa di dalamnya terdapat perawi yang tidak dikenal. Ibn ‘Adi dalam al-Kāmil meriwayatkan dari Maisarah bin ‘Ubaid dari al-Ḥakam bin ‘Utaibah dari Ibn Abi ‘Ula dari ‘Ali secara marfu’, ‘Datanglah kalian ke masjid dalam keadaan kepala kalian terbuka (yaitu dengan menghilangkan penutup kepala), yaitu dengan menfatahkan huruf ha’ dan sin yang kedua, jamak dari ḥāsir yaitu mereka yang membuka kepala tanpa memakai sorban dan berikatan kepala, yaitu dengan memakmurkan huruf sad, jamak dari mu‘aṣṣib yaitu orang-orang yang menutupi kepala kalian dengan ‘iṣābah (sejenis penutup kepala), yaitu sorban. Maka sesungguhnya sorban adalah mahkota bagi kaum muslimin.’ Al-Zayn al-‘Iraqi dalam Syarh al-Tirmizi mengatakan bahwa Maisarah bin ‘Ubaid adalah seorang perawi yang ditinggalkan, dan al-Suyuthi mengatakan bahwa hadis ini lemah dan al-Manawi juga melemahkannya dalam al-Taysīr, tetapi yang mendukung hadis ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Asākir dalam sejarahnya dari ‘Ali secara marfu’ dengan lafadz, ‘Datanglah kalian ke masjid dalam keadaan kepala kalian terbuka dan berkerudung,’ yaitu menutupi kepala kalian dengan kerudung, sesungguhnya itu adalah ciri khas kaum muslimin.’ Al-‘Ārif bi-llāh al-Ḥafnī dalam menjelaskan makna perkataan dalam hadis pertama, ‘Datanglah kalian ke masjid dalam keadaan kepala kalian terbuka dan berikatan kepala,’ ia mengatakan, ‘Maksudnya adalah bagaimana mungkin kalian meninggalkan masjid, padahal tidak adanya sorban bukanlah alasan untuk meninggalkan Jumat dan jamaah, kecuali jika hal itu mengurangi kehormatannya.’ Dan perkataan ‘fan al-khā’ adalah ‘illat al-mahdhūf’ (alasan yang dihilangkan).””


معلوم من السياق إذا دار الأمر بين التعميم وغيره فالاتيان بالعمائم أفضل فإن الخ وقوله تيجان المسلمين أي كتيجان ملوك المسلمين أي الأكاليل التي هي مرصعة بالجواهر هـ وقال في الفيض يعني أنتم المساجد كيف يمكن بنحو قلنسوة فقط أو بتعمم وتقنع ولا تتخلفوا عن الجمعة التي هي فرض عين ولا عن الجماعة التي هي فرض كفاية والتعمم عند الإمكان أفضل ثم قال وما اقتضاه الحديث من كون فقد العمامة غير عذر في ترك الجمعة والجماعة محله فيمن يليق به ذلك أما لو كان خروجه إلى المسجد بدون العمامة لا يليق به فلا يؤمر بالاتيان حاسراً عند فقدهاه وأخرج أبو عبد الله محمد بن وضاح في فضل لبس العمائم عن خالد بن معدان التابعي مرسلاً أن الله أكرم هذه الأمة بالعصائب والالوية وما زمر تم مساجد كم ولا قبور كم بشيء أحب من البياض العصائب جمع عصابة والمراد بها هنا العمامة كما في رواية أخرى بالعمائم بدل العصائب قال الزمخشري المعصب المتوج ويقال للتاج والعمامة عصابة وقوله زمرتم هو بتشديد الميم وتخفيفها ومعناه عمر تم وملاتم وأخرج البيهقي في الشعب عنه أيضاً مرسلاً قال أتي النبي صلى الله عليه وسلم بثياب من الصدقة فقسمها بين أصحابه وقال اعتموا خالفوا على الأمم قبلكم وفي رواية وخالفوا الأمم قبلكم وهذا السبب قاض بأن يقرأ قوله اعتموا بكسر الهمزة وشد الميم بمعنى البسوا العمائم قال الشيخ عبد الرؤوف المناوي في الفيض وعليه ففيه أن التعميم من خصائص هذه الأمة قلت ويدل لذلك أيضاً الحديث قبله وهو أن الله أكرم هذه الأمة الخ


“Telah diketahui dari konteks bahwa jika ada pilihan antara menggunakan penutup kepala (seperti sorban) atau tidak, maka mengenakan sorban lebih utama. Mengenakan sorban adalah laksana mahkota kaum Muslim, seperti mahkota para raja Muslim yang dihiasi dengan permata. Dalam kitab al-Fayd disebutkan bahwa kalian adalah penghuni masjid, maka bagaimana mungkin hanya memakai penutup kepala sederhana? Sebaiknya gunakan sorban dan penutup kepala lainnya, serta jangan meninggalkan shalat Jumat yang hukumnya fardhu ‘ain atau shalat berjamaah yang hukumnya fardhu kifayah. Mengenakan sorban, jika memungkinkan, lebih baik.


Kemudian disebutkan bahwa apa yang dipahami dari hadits tentang ketidakadaan sorban bukanlah alasan untuk meninggalkan shalat Jumat dan berjamaah, kecuali bagi orang yang dianggap tidak pantas untuk keluar ke masjid tanpa sorban. Jika demikian, ia tidak diperintahkan untuk datang tanpa sorban bila sorban tersebut tidak tersedia.


Abu Abdullah Muhammad bin Wadhdah, dalam kitabnya Fadhl Libas al-‘Amaim, meriwayatkan secara mursal dari Khalid bin Ma’dan, seorang tabi’in, bahwa Allah memuliakan umat ini dengan sorban dan panji-panji. Tidak ada sesuatu yang lebih Allah cintai untuk menghiasi masjid-masjid kalian atau kuburan-kuburan kalian selain warna putih. ‘Ashayib’ adalah bentuk jamak dari ‘ishabah’, yang dalam konteks ini berarti sorban, seperti dalam riwayat lain yang menyebutkan ‘amaim’ sebagai ganti dari ‘ashayib’.


Imam Zamakhsyari mengatakan bahwa kata ‘mu’ashshab’ berarti mahkota, dan kata tersebut dapat merujuk pada mahkota atau sorban. Kata ‘zammartum’ dapat dibaca dengan tasydid pada mim atau dengan tanpa tasydid, yang artinya adalah ‘memakmurkan’ dan ‘memenuhi’.


Imam Baihaqi dalam kitab al-Syu’ab juga meriwayatkan secara mursal dari Khalid bin Ma’dan bahwa Nabi SAW pernah menerima pakaian dari sedekah, lalu membagikannya kepada para sahabat, dan bersabda, “Pakailah sorban untuk membedakan diri kalian dari umat-umat sebelum kalian.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Berlainanlah dengan umat-umat sebelum kalian.” Ini menunjukkan bahwa kata ‘i’tamamu’ harus dibaca dengan kasrah pada hamzah dan tasydid pada mim, yang berarti ‘kenakanlah sorban’.


Syekh Abdul Rauf al-Munawi dalam kitab al-Fayd mengatakan bahwa sorban adalah salah satu ciri khas umat ini .Saya katakan, hal ini juga didukung oleh hadits sebelumnya sesungguhnya Allah memuliakan umat ini.


“عند إمكانه أفضل هـ وقال ايضاً في شرح الشمائل مانصه والعمامة سنة – لا سيما للصلاة ولقصد التجمل لاخبار كثيرة فيها واشتداد ضعف كثير منها . يجبره كثرة طرقها وزعم وضع اكثرها تساهل قال وتحصل السنة بكونها على الرأس او قلنسوة تحتها هـ واختصره الباجوري في شرحها بقوله والعمامة سنة لا سيما للصلاة ولقصد التجمل لاخبار كثيرة فيها وتحصل السنة بكونها على الرأس او على قلنسوة تحتها هـ وقال العارف بالله الحنني في حاشية الجامع الصغير لبس العمامة سنة للتمييز بيننا وبين الكفار وتكون بقدر عادة أهل البلد هو قال الهيتمي | في در الغمامة هي سنة للصلاة ولقصد التجمل وان اوهم بعض العبارات خلاف ذلك الا ان يحمل على من فعلها لغير ذلك فانه يباح وقد يكره وقد يحرم كما يعلم مما يأتي وذلك للاحاديث الكثيرة فيها ولا يضر ضعفها وان اشتد في كثير منها لان كثرة طرقها يجبر ذلك وقول ابن الجوزي وغيره في كثير منها انه موضوع بالنسبة لطريق من تلك الطرق وهذا اولى ممن بالغ في الرد على ابن الجوزي وغيره في ذلك وان عرف الأول بالتساهل الكثير فى موضوعاته كما عرف ابو عبد الله الحاكم في مستدركه بالتساهل الكثير في الحكم بالصحة وانه على شرطهما او شرط احدهما مع كونه اضعف الضعيف هـ وقال في تحفة المحتاج بشرح المنهاج ما نصه وتسن العمامة للصلاة ولقصد التجمل للاحاديث الكثيرة فيها واشتداد ضعف كثير منها يجبره كثرة طرقها وزعم وضع كثير منها تساهل كما هو عادة ابن الجوزى

هنا والحاكم في”

التصحيح الا ترى إلى حديث


 “Ketika dimungkinkan yang terbaik, dan ia juga berkata dalam penjelasan tentang akhlak, yang berbunyi: ‘Memakai sorban adalah sunnah, terutama untuk salat dan untuk tujuan berhias, ada banyak hadits mengenai hal ini, meskipun banyak di antaranya lemah. Namun, banyaknya jalur hadits tersebut menguatkan (kekuatannya).’ Dan ia mengklaim bahwa sebagian besar dari hadits tersebut lemah. 


Namun, hal ini dapat dimaafkan karena banyaknya jalur hadits tersebut. Al-Bajuri juga merangkum penjelasan ini dengan mengatakan: ‘Memakai sorban adalah sunnah, terutama untuk salat dan tujuan berhias, ada banyak hadits yang mendukungnya. Sunnah tersebut dapat diperoleh dengan memakainya di kepala atau dengan penutup kepala (kupluk) di bawahnya.’


Seorang ahli (Wali) Allah, Al-Hanani, dalam catatan mengenai Al-Jami’ Al-Saghir, menyatakan bahwa memakai sorban adalah sunnah untuk membedakan kita dengan orang-orang kafir, dan sorban tersebut seharusnya sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat.


Ia juga berkata dalam “Dar Al-Ghamamah”: ‘Memakai sorban adalah sunnah untuk salat dan tujuan berhias, meskipun ada beberapa ungkapan yang tampaknya bertentangan, namun itu dapat dipahami sebagai mereka yang melakukannya untuk tujuan lain, yang boleh saja, kadang-kadang bisa dibenci, dan bisa juga haram, seperti yang akan dijelaskan nanti, karena banyaknya hadits tentang hal ini. Meskipun banyak di antara hadits tersebut lemah, tetapi banyaknya jalur hadits tersebut menguatkan hal itu.’


Dan pernyataan Ibn Al-Jawzi dan yang lainnya mengenai banyaknya hadits yang dianggap palsu lebih tepat dibandingkan dengan mereka yang sangat berlebihan dalam menanggapi Ibn Al-Jawzi dan yang lainnya mengenai hal itu, mengingat bahwa yang pertama sering dianggap terlalu longgar dalam hal hadits-hadits yang dipalsukan, seperti yang dikenal oleh Abu Abdillah Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak” yang sangat longgar dalam menilai keabsahan hadits, bahkan terhadap hadits yang lemah.


Dalam “Tuhfat Al-Muhtaj” oleh Al-Nawawi, dinyatakan bahwa: ‘Memakai sorban adalah sunnah untuk salat dan tujuan berhias, banyak hadits mendukungnya, meskipun banyak di antaranya lemah, namun banyaknya jalur hadits tersebut menguatkan keabsahannya, dan pernyataan bahwa banyak hadits tersebut lemah adalah sebuah kelonggaran, seperti yang biasa dilakukan oleh Ibn Al-Jawzi dan Al-Hakim keshohihan kecuali melihat kepada hadits


“”إعتموا تزدادوا حلما حيث حكم ابن الجوزي بوضعه والحاكم بصحته استرواحاً منهما على عادتهما هــ ويأتي عن ابن العربي انها سنة المسلمين اي طريقتهم وزيهم وهيأتهم وتقدم انها سيما الإسلام وحاجزيين المسلمين والمشركين ووقاراً للمؤمن وعز للعرب وما كان بهذه الأوصاف ينبغي ان يكون مطلوب اكيد الطلب وقد اخرج ابن عساكر في تاريخه عن مالك قال لا ينبغي ان تترك العمامة ولقد اعتممت وما في وجهي شعرة وفي المدارك قال ابو مصعب سمعت مالكا يقول اني لا اذكر وما في وجهي . طاقة شعر وما منا احد يدخل المسجد الا معتما اجلالا لرسول الله صلى الله عليه وسلم وفي شرح الشمائل لابن مخلص نقلا عن شرح الموطأ المسمى بالمختار الجامع بين المنتقى والاستدكار قال مالك العمة والاحتباء والانتعال من عمل العرب وكانت العمة في اول الاسلام ثم لم تزل حتى كان هؤلاء القوم يعني ولاة بني هاشم فتر كناها خوفا من خلافهم لانهم لم يلبسوها ولم ادرك احداً من اهل الفضل الأوهم يعتمون و كنت ارى في حلقة ربيعة وهو شيخ مالك احدا وثلاثين رجلا معتمين وانا منهم وكان ربيعة لا يتركها حتى تطلع الثريا وقال ربيعة اني لاجدها تريد في العقل . وفي المدخل في فصل اللباس ما نصه وقد نقل عن مالك رحمه الله انهم كانوا يعتمون حتى تطلع الثريا ومعنى ذلك ان طلوعها انما يكون في زمن الحر فيزيلونها عن رؤسهم قال ومن فعل مثل هذا في هذا الزمان كانه ابتدع بدعة في الدين حتى انهم ليردون شهادته ويقعون في حقه بنسبته انه”

“داخل بذلك في جملة الموهنين، وأنه ليست له مأخذ بسبب ما ارتكبه، والله أعلم.


“Kenakanlah sorban, maka kalian akan bertambah sabar. Ibn al-Jawzi menilainya sebagai hadits palsu, sedangkan al-Hakim menilainya sahih, mengikuti kebiasaan mereka dalam menghargai pendapat masing-masing. 


Disebutkan oleh Ibn al-Arabi bahwa mengenakan sorban adalah sunnah bagi kaum Muslimin, yaitu cara dan penampilan mereka. Dijelaskan pula bahwa sorban adalah ciri khas Islam yang membedakan antara kaum Muslimin dan musyrik, menjadi lambang kehormatan bagi orang beriman dan kemuliaan bagi bangsa Arab. Sesuatu yang memiliki sifat-sifat ini seharusnya sangat dianjurkan untuk dilakukan.


Ibn Asakir dalam kitab sejarahnya meriwayatkan dari Imam Malik, yang berkata bahwa sorban tidak sepatutnya ditinggalkan. Malik mengatakan, ‘Aku mengenakan sorban ketika di wajahku belum tumbuh sehelai rambut pun.’ Dalam kitab al-Madarik, Abu Mus’ab meriwayatkan bahwa dia mendengar Imam Malik berkata, ‘Aku tidak ingat kapan aku tidak memiliki sehelai pun rambut di wajahku, dan kami semua masuk masjid dengan mengenakan sorban sebagai penghormatan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.’


Dalam syarah (penjelasan) kitab Syamail oleh Ibn Mukhlis, yang mengutip dari syarah al-Muwatta yang disebut al-Mukhtar, Imam Malik menyatakan bahwa sorban, duduk bersandar, dan memakai sandal adalah tradisi bangsa Arab. Sorban telah ada sejak awal Islam dan terus berlanjut hingga masa para penguasa Bani Hashim. 


Mereka akhirnya meninggalkan sorban karena takut menimbulkan perpecahan, sebab para penguasa tersebut tidak mengenakannya. Aku tidak melihat seorang pun dari orang-orang yang berilmu meninggalkan sorban. Aku melihat dalam majelis Rabi’ah (guru Malik), ada tiga puluh satu orang mengenakan sorban, termasuk aku sendiri. Rabi’ah tidak pernah meninggalkannya hingga munculnya bintang Thurayya. Dia juga berkata, ‘Aku merasa sorban menambah kecerdasan.’


Dalam kitab al-Madkhal, pada bagian tentang pakaian, dinyatakan bahwa Imam Malik rahimahullah mengatakan bahwa mereka mengenakan sorban hingga munculnya bintang Thurayya, yang biasanya terjadi pada saat cuaca panas, sehingga mereka melepas sorban dari kepala mereka. Namun, siapa pun yang melakukan hal ini di masa sekarang dianggap melakukan bid’ah dalam agama, bahkan kesaksiannya dapat ditolak dan ia dianggap termasuk dalam golongan orang-orang yang melemahkan agama. Tidak ada alasan yang kuat untuk apa yang ia lakukan, dan Allah Maha Mengetahui.”


Dalam hadits yang Rasulullah SAW bersabda yang dijelaskan dalam kitab

Kasyful Ghummah .


(كشف الغمة الجزء الأول ص ۱۰۳)

وَكَانَ صلى الله عليه وسلم  يَأْءمُرُ بِسَتْرِ الرَّءأْسِ فِي الصَّلَاةِ بِالْعِمَامَةِ أَوِ الْقَلَنْسُوَةِ وَيَنْهَى عَنْ كَشْفِ الرَّأْسِ فِي الصَّلَاةِوَيَقُولُ إِذَا آتَيْتُمُ الْمَسَاجِدَ فَأْءتُوهَا مُعَصِبِينَ وَالْعِصَابَةُ هِيَ الْعِمَامَةُ.


Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk menutup kepala saat sholat dengan memakai sorban atau songkok. 


Dan beliau melarang membuka kepala saat sholat, serta berkata, “Jika kalian datang ke masjid, maka datanglah dalam keadaan terikat (dengan penutup kepala), dan ‘ikat’ di sini merujuk pada sorban.”


Wallahu a’lam bishawab


 18 MARET 2025

LANGIT DUA DUNIA

Posting Komentar

Harap berkomentar yang bisa mendidik dan menambah ilmu kepada kami

Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler