HUKUM MUSAFIR BERMAKMUM KEPADA ORANG MUKIM ATAU SEBALIKNYA
🔄 Pertanyaan :
Assalamualaikum wr wb, waktu saya bersama rombongan sdg berangkat ke luar kota, saya kn mampir ke mesjid yg ada di pinggir jln. Nahh kira2 bagaimana hukum nya kita sebagai org yg bepergian bermakmum kpd org2 yg ada di sana, atau org2 yg ada di sana bermakmum kpd kita apa boleh? Sdgkan kita meringkas shalatnya waktu itu...
➡️ Jawaban :
Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.
Bagi orang yang mukim (penduduk setempat), itu boleh bermakmum kepada musafir yang sedang mengqoshor sholatnya. Tapi dengan catatan bahwa orang yang mukim harus menyempurnakan sholatnya, misal musafir menjadi imam lalu mengqoshor sholat dzuhur menjadi dua rakaat kemudian ada orang mukim yang bermakmum. Nah dalam keadaan demikian imam musafir dan makmum musafir lainnya boleh mengqoshor sholatnya sedangkan yang mukim harus tetap menyempurnakan sholatnya menjadi empat rakaat. Begitu juga dalam keadaan sebaliknya dimana musafir bermakmum kepada orang yang mukim yang tidak mengqoshor sholatnya, itu harus tetap menyempurnakan sholatnya menjadi empat rakaat.
📚 Keterangan :
(فرع) إذا صلي مسافر بمسافرين ومقيمين جاز ويقصر الامام والمسافرين ويتم المقيمون ويسن للامام أن يقول عقب سلامه اتموا فانا قوم سفر
“(Cabang), jika seorang musafir sholat bersama musafir yang lain dan orang mukim, maka yang demikian itu diperbolehkan. Saat itu imam mengqoshor sholatnya bersama musafir yang lain, sementara orang yang mukim harus menyempurnakan sholatnya. Dan (setelah selesai sholat) disunnahkan bagi imam (yang musafir) mengucapkan kepada makmum yang mukim tersebut dengan ucapan: Sempurnakanlah sholat kalian, karena kami adalah kaum yang sedang safar”
📕 (Majmu' Syarah Muhadzdzab jilid 4, hlm 234)
📚 Tambahan keterangan :
(فرع) في مذاهب العلماء فيمن اقتدى بمقيم، قد ذكرنا أن مذهبنا أن المسافر إذا اقتدى بمقيم في جزء من صلاته لزمه الإتمام سواء أدرك معه ركعة أم دونها، وبهذا قال أبو حنيفة والأكثرون
“(Cabang), mengenai beberapa pendapat ulama terkait seorang musafir bermakmum kepada orang mukim.Telah kami sebutkan dalam madzhab kami bahwasanya jika seorang musafir bermakmum kepada orang mukim pada sebagian shalatnya, maka dia harus menyempurnakan sholatnya (yakni tidak mengqoshornya) entah saat itu dia mendapatkan satu rakaat bersama imam yang mukim tersebut ataupun tidak, dan ini juga merupakan pendapatnya imam Abu Hanifah beserta kebanyakan ulama yang lainnya”
📕 (Majmu' Syarah Muhadzdzab jilid 4, hlm 234)
📚 Tambahan keterangan :
وإذا اجتمع مسافرون ومقيمون فإن كان الوالي من أحد الفريقين صلى بهم مسافرا كان أو مقيما، وإن كان مقيما فأقام غيره فصلى بهم فأحب إلي إلى أن يأمر مقيما ولا يولي الإمامة إلا من ليس له أن يقصر، فإن أمر مسافرا كرهت ذلك له إذا كان يصلي خلفه مقيم ويبني المقيم على صلاة المسافر ولا إعادة عليه
“Jika musafir berkumpul bersama orang-orang mukim untuk melaksanakan sholat berjamaah, jika walinya (pemimpinnya) adalah salah satu dari dua kelompok tersebut, maka dia harus sholat mengimami mereka. Namun jika walinya (pemimpinnya) berada dipihak orang-orang mukim kemudian yang lain membacakan iqomah, maka hendaklah dia sholat bersama mereka. Dan saya lebih menyukai agar dia memerintahkan orang yang mukim untuk menjadi imam, dan hendaklah dia tidak menunjuk orang yang diperbolehkan mengqoshor sholatnya (dari kalangan musafir) untuk menjadi imam. Maka dari itu jika dia menunjuk musafir untuk menjadi imam, maka aku memakruhkannya jika diantara mereka terdapat orang-orang mukim. Dan jika orang-orang mukim bermakmum kepada musafir, maka dia harus menyempurnakan sholatnya setelah musafir tersebut selesai sholat, dan tidak perlu diulangi sholatnya”
📕 (Al-Umm jilid 1, hlm. 190)
والله اعلم بالصواب
📎 Telegram : https://t.me/mengkajifiqih