Shalat Menunggu Imam Hampir Rukuk
Bolehkah seseorang menunda salat sambil bercanda menunggu sampai imam hampir rukuk tanpa membaca Fatihah dengan genap?
Jawaban:
Boleh dan sah. Akan tetapi, itu merupakan akhlak yang buruk kepada Allah Swt.
Referensi :
(مَسْأَلَة) رَجُلٌ حَضَرَ الصَّلَاةَ فِي مَسْجِدٍ فَأَقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَقَامَ النَّاسُ إِلَيْهَا فَأَخَذَ يُحَدِّثُ رَجُلًا آخَرَ بِجَانِبِهِ وَيَمُدُّ مَعَهُ الحَدِيثُ فِي أُمُورٍ دُنْيَوِيَّةٍ فَلَمَّا عَلِمَ أَنَّ الإِمَامَ أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَحْرَمَ وَرَكَعَ مَعَهُ مِنْ غَيْرِ قِرَاءَةِ الفَاتِحَةِ فَهَلْ يُجْعَلُ هَذَا كَالمَسْبُوقِ الَّذِي دَخَلَ المَسْجِدَ وَالإِمَامُ رَاكِعُ فَرَكَعَ مَعَهُ فِي حَطَّ الفَاتِحَةِ عَنْهُ أَمْ لَا يُعْذَرُ لِأَنَّهُ مُسِيءٌ فِي تَأْخِيرِهِ وَحَدِيثِهِ فِي مَكَانِ الجَدِّ بِالهَزْلِ؟
أَجَابَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ هُوَ فِي الحُكْمِ كَالمَسْبُوقِ فيْمَا يُرْجَعُ إِلَى صِحَّةِ الصَّلَاةِ مِنْ غَيْرِ قِرَاءَةِ الفَاتِحَةِ وَهُوَ مَحْرُوْمٌ وَمُسِيءٌ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
[الشيخ عثمان تقي الدين المعروف بابن صلاح، فتاوى ابن صلاح، ٢٢٩/١]
Seorang pria menghadiri salat di masjid, dan ketika iqamah telah dikumandangkan serta jamaah berdiri untuk salat, ia malah berbicara dengan pria lain di sampingnya, memperpanjang percakapan tentang urusan duniawi. Ketika ia menyadari bahwa imam akan rukuk, ia segera bertakbir dan rukuk bersama imam tanpa membaca surah Al-Fatihah. Apakah ia dianggap seperti makmum masbuk, yaitu seseorang yang datang terlambat ke masjid dan mendapati imam sedang rukuk, sehingga gugur kewajiban membaca Al-Fatihah darinya? Ataukah ia tidak diberi keringanan karena sikapnya yang lalai dan bercanda di tempat yang seharusnya diisi dengan kesungguhan?
Jawaban:
Hukumnya sama seperti makmum masbuk dalam hal kesahan salatnya tanpa membaca Al-Fatihah. Namun, ia tetap tergolong orang yang lalai dan berakhlak buruk, serta terhalang/kehilangan keutamaan.
وَإِن وجد الإِمَام فِي الْقيام قبل أَن يرْكَع وقف مَعَه فَإِن أدْرك مَعَه قبل الرُّكُوع زَمنا يسع الْفَاتِحَة بِالنِّسْبَةِ للوسط المعتدل فَهُوَ مُوَافق فَيجب عَلَيْهِ إتْمَام الْفَاتِحَة وَيغْتَفر لَهُ التَّخَلُّف بِثَلَاثَة أَرْكَان طَوِيلَة كَمَا تقدم وإِن لم يدْرك مَعَ الإِمَام زَمنا يسع الْفَاتِحَة فَهُوَ مَسْبُوق يقْرَأ مَا أمكنه من الْفَاتِحَة وَمَتى ركع الإِمَام وَجب عَلَيْهِ الرُّكُوع مَعَه وَإِن وجد الإِمَام فِيمَا بعد الرُّكُوع وَافقه فِيمَا هُوَ فِيهِ وتدارك بعد سَلام الإِمَام مَا فَاتَهُ وَإِن لم يتم الْمَأْمُوم فاتحته حَتَّى تلبس الإِمَام بالركن الرَّابِع وَهُوَ الْقيام وَافقه وَبنى على مَا تقدم من قِرَاءَته وَلَا يجْرِي على نظم صَلَاة نَفسه فَإِن جرى على ذَلِك عَامِدًا عَالما بطلت صلَاته وَإِن كَانَ نَاسِيا أَو جَاهِلا فَلَا بطلَان لَكِن لَا يعْتد بِمَا أَتَى بِهِ ثمَّ إِذا أَرَادَ الإِمَام الرُّكُوع فِي الثَّانِيَة وَكَانَ الْمَأْمُوم أتم فاتحته ركع مَعَه وحسبت للْمَأْمُوم رَكْعَة ملفقة من قيام الأولى وقراءتها وَمن رُكُوع الثَّانِيَة واعتدالها وسجودها وَإِذا لم يكن الْمَأْمُوم أتم فاتحته عِنْد إِرَادَة الإِمَام الرُّكُوع فِي الثَّانِيَة وَجب عَلَيْهِ نِيَّة الْمُفَارقَة فَإِن تخلف بِلَا نِيَّة مُفَارقَة عَامِدًا عَالما بطلت صلَاته
[نووي الجاوي، نهاية الزين، صفحة ١٢٤]
Jika seorang makmum mendapati imam dalam keadaan berdiri sebelum imam rukuk, maka ia harus berdiri bersamanya. Jika ia sempat bersama imam dalam waktu yang cukup untuk membaca surah Al-Fatihah bagi orang yang kecepatan bacaannya sedang, maka ia dianggap sebagai makmum muwafiq. Dalam keadaan ini, ia wajib menyempurnakan bacaan Al-Fatihah meskipun harus tertinggal hingga tiga rukun panjang, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Namun, jika ia tidak sempat mendapati imam dalam waktu yang cukup untuk membaca Al-Fatihah, maka ia dianggap sebagai makmum masbuq. Dalam hal ini, ia membaca Al-Fatihah sebisa mungkin, dan apabila imam rukuk, ia wajib rukuk bersama imam. Jika ia mendapati imam setelah rukuk, ia mengikuti imam dalam keadaan tersebut, dan setelah imam salam, ia harus mengganti rakaat yang tertinggal.
Jika makmum tidak selesai membaca Al-Fatihah hingga imam bergerak ke rukun keempat (berdiri), maka ia mengikuti imam dan melanjutkan bacaannya yang sebelumnya. Namun, ia tidak boleh menjalankan shalatnya dengan aturan sendiri. Jika ia melakukannya dengan sengaja dan mengetahui hukumnya, maka shalatnya batal. Jika ia lupa atau tidak mengetahui, shalatnya tidak batal, tetapi ia tidak boleh menghitung rakaat yang ia lakukan dalam keadaan tersebut.
Selanjutnya, jika imam hendak rukuk pada rakaat kedua dan makmum telah menyelesaikan bacaan Al-Fatihah, ia harus rukuk bersama imam. Dalam keadaan ini, rakaat bagi makmum dihitung dengan cara digabung : berdiri dan bacaan Al-Fatihah dari rakaat pertama serta rukuk, i'tidal, dan sujud dari rakaat kedua. Namun, jika makmum belum menyelesaikan Al-Fatihah saat imam hendak rukuk pada rakaat kedua, maka ia wajib berniat mufaraqah (berpisah dari imam). Jika ia tetap tertinggal tanpa berniat mufaraqah secara sengaja dan mengetahui hukumnya, maka shalatnya batal. Jika ia lupa atau tidak mengetahui, shalatnya tidak batal, tetapi rakaat yang ia lakukan tidak dihitung.
(Muhdor Ibn Ahmad Al-Habsyie)
> Majelis Ilmu