Petani Menimbun Makanan


 Pertanyaan :


Ada seorang petani yang hasil taninya ia timbun untuk dijual dengan harga yang mahal, bagaimana hukumnya? Apakah itu diperbolehkan? Sebab saya pernah tau bahwa itu gak boleh...


Jawaban :


Ihtikar (menimbun makanan pokok) untuk dijual dengan harga tinggi, diharamkan secara kesepakatan ulama. Dan apa yang disebut dengan ihtikar menurut madzhab syafi'i adalah :


وعرفه الشافعية بأنه: إمساك ما اشتراه وقت الغلاء ليبيعه بأكثر مما اشتراه عند اشتداد الحاجة. بخلاف إمساك ما اشتراه وقت الرخص، لا يحرم مطلقاً، ولاإمساك غلة ضيعته، ولا ما اشتراه في وقت الغلاء لنفسه وعياله، أو ليبيعه بمثل ما اشتراه.

وفي كراهة إمساك ما فضل عن كفايته وكفالة عياله سنة وجهان: أوجههما ـ عدم الكراهة، لكن الأولى بيعه.


[وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٢٦٩١/٤]


Menurut para ulama Syafi'i, "Ihtikar" (penimbunan) adalah: menahan barang yang dibeli pada saat harga naik untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi saat kebutuhan meningkat. Berbeda dengan menahan barang yang dibeli pada saat harga turun, yang tidak haram secara mutlak. Begitu pula menahan hasil pertanian atau barang yang dibeli untuk kebutuhan pribadi atau keluarga, atau menahan barang dengan tujuan untuk dijual kembali dengan harga yang sama seperti harga beli.


Adapun mengenai hukum menahan barang yang melebihi kebutuhan dirinya dan tanggungan keluarganya, ada dua pendapat: pendapat yang lebih kuat adalah tidak ada larangan, tetapi yang lebih utama adalah menjual barang tersebut.


-Yang lain mendefinisikannya sebagai berikut :


وَعَرَّفَهُ الشَّافِعِيَّةُ بِأَنَّهُ اشْتِرَاءُ الْقُوتِ وَقتَ الْغَلَاءِ، وَإِمْسَاكُهُ وَبَيْعُهُ بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِهِ لِلتَّصْبِيق.


[مجموعة من المؤلفين، الموسوعة الفقهية الكويتية، ٩٠/٢]


Ulama madzhab syafi'i menyatakan, ihtikar itu "membeli makanan pokok saat harganya mahal dan menahannya kemudian menjualnya dengan mahal yang lebih mahal untuk tujuan mengkalkulasi harga".


Mengingat kasusnya adalah hasil tani, maka tak masuk kedalam definisi ihtikar yang menyatakan "membeli makanan pokok".


Lebih jelas lagi dibawah ini, dalam alfiqhul islamiy wa adillatuhu dijelaskan :


"Tidak dikatakan muhtakir (memonopoli), jika seseorang menahan hasil dari tanahnya tanpa perbedaan pendapat karena itu murni hak nya, atau barang yang ia datangkan dari daerah lain ia tahan... karena hak nya orang-orang itu pada suatu yang ada di negerinya/daerahnya".


Kesimpulannya : Maka menimbun hasil panen sesuai deskripsi masalah adalah diperbolehkan, karena memang itu hak nya.


Adapun pendapat yang dipilih oleh ulama hanafiyah adalah seperti apa yang dikatakan oleh Imam Muhammad bahwasanya, "Jika barang yang didatangkan dari daerah lain tersebut biasanya didatangkan ke daerah tersebut maka itu makruh tahrim menahannya"


Para fuqaha juga sepakat bahwa ihtikar hukumnya haram setiap saat, pada bahan makanan pokok manusia, seperti gandum, barley, jagung, beras, buah ara, anggur, kurma, kismis, almond, dan barang serupa yang menopang kehidupan tubuh. Namun, madu, lemak, daging, dan buah-buahan tidak termasuk dalam kategori ini.


Selain itu, menurut Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah, monopoli juga diharamkan pada makanan hewan, seperti jerami dan rerumputan segar untuk makanan ternak.


Menurut Malikiyah dan Abu Yusuf (dari kalangan ulama Hanafi), Ihtikar/monopoli juga haram dilakukan terhadap barang selain makanan pada masa darurat, tetapi tidak pada masa kelonggaran. Oleh karena itu, menurut mereka, tidak diperbolehkan ihtikar/memonopoli makanan atau barang lainnya, seperti linen, kapas, atau segala kebutuhan manusia, baik berupa pakaian maupun uang. Segala barang yang menahan keberadaannya dapat membahayakan orang lain, baik itu makanan pokok ataupun bukan, dianggap haram. Imam Subki dari mazhab Syafi'iyah menyatakan bahwa jika ihtikar dilakukan di masa paceklik terhadap barang-barang seperti madu, lemak, dan minyak nabati, yang jelas menimbulkan kerugian, maka hal itu seharusnya diharamkan. Jika tidak ada kerugian, maka menahan makanan pokok tetap dihukumi makruh.


متى يتحقق الاحتكار وما نوع المحتكر؟


متى يتحقق الاحتكار وما نوع المحتكَر؟ يظهر من تعاريف الفقهاء للاحتكار: أنهم اتفقوا على أن الاحتكار يكون في حال الضيق والضرورة لا في وقت السعة، وفي البلد الصغير عادة، ومن طريق الشراء والامتناع عن البيع مما يضر بالناس؛ لأن في الحبس ضرراً بالمسلمين. ولا يكون محتكراً بحبس غلة أرضه بلا خلاف لأنه خالص حقه، ولا ما جلبه من بلد آخر؛ لأن حق الناس بالموجود في البلد، والمختار عند الحنفية قول محمد وهو إن كان يجلب منه عادة كره تحريماً حبسه؛ لأن حق الناس تعلق به.


واتفق الفقهاء أيضاً على أن الاحتكار حرام في كل وقت في الأقوات أو طعام الإنسان، مثل الحنطة والشعير والذرة والأرز، والتين والعنب والتمر والزبيب واللوز ونحوها مما يقوم به البدن، لا العسل والسمن، واللحم والفاكهة.


وكذلك يحرم الاحتكار عند الحنفية والشافعية والحنابلة في طعام البهائم كتبن وفصفصة وهي الرطبة من علف الدواب.


[وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٢٦٩٢/٤]


ويحرم الاحتكار أيضاً عند المالكية وأبي يوسف في غير الطعام في وقت الضرورة، لا في وقت السعة، فلا يجوز عندهم الاحتكار في الطعام وغيره، من الكتان والقطن وجميع ما يحتاج إليه الإنسان، أو كل ما أضر بالناس حبسه، قوتاً كان أو لا ولو ثياباً أو دراهم. وقال السبكي من الشافعية: إذا كان الاحتكار في وقت قحط، كان في ادخار العسل والسمن والشيرج وأمثالها إضرار، فينبغي أن يقضى بتحريمه، وإذا لم يكن إضرار فلا يخلو احتكار الأقوات من كراهة (1).


ويخرج الطعام من بلد إلى غيره إذا أضر بأهل البلد.


والخلاصة: إن الجمهور خصوا الاحتكار بالقوتين (قوت الناس وقوت البهائم) نظراً للحكمة المناسبة للتحريم وهي دفع الضرر عن الناس، والأغلب في ذلك إنما يكون في القوتين، ومنعه المالكية مطلقاً.


[وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٢٦٩٣/٤]


Referensi :


-Almausu'atul Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, Majmu'atun Minal Muallifin.


-Alfiqhul Islamiy Wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Mushtofa az-Zuhailiy.


(*_Muhdor Al-Habsyie_*)


> Majelis Ilmu

Posting Komentar

Harap berkomentar yang bisa mendidik dan menambah ilmu kepada kami

Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler